Prediksi Perkembangan Batubara Dunia Versi Coaltrans Asia
Thursday, 28 March 2013 at 12:28 WIB
Penyelenggaraan Coaltrans Asia ke-16 telah memasuki hari terakhir, namun peserta konferensi yang terdiri dari kalangan industri pertambangan, perbankan, akademisi dan jurnalis tampak masih antusias mengikuti jalannya dua sesi terakhir konferensi tingkat Asia ini. Sekitar 500 peserta masih mengikuti diskusi pada sesi 8 mengenai “Metallurgical Coal” dan sesi 9 yang membahas “Shipping and Logistic” di Audirotium Bali International Convention Centre (BICC), Nusa Dua, Bali, Rabu (2/6).
Yang menarik, pada akhir sesi ke-8, peserta yang hadir diajak untuk memprediksi perkembangan batubara dunia melalui polling yang dilakukan secara langsung. Menjawab pertanyaan mengenai kekhawatiran terbesar akan pertumbuhan ekonomi dunia yang akan berpengaruh pada industri batubara 2 tahun ke depan, 44% peserta mengkhawatirkan melambatnya pertumbuhan ekonomi China, krisis finansial dipilih oleh 32% peserta, sementara lainnya mengkhawatirkan pertumbuhan ekonomi Eropa (12%), inflasi karena stimulus fiskal / moneter yang berlebihan (8%) dan gangguan keamanan/terorisme (4%).
Pada pertanyaan selanjutnya mengenai harga kokas yang banyak diimpor dari China, 30% peserta menjawab bahwa supply-demand dalam negeri China dan kebutuhan impor menjadi faktor utama penentu harga kokas, 27% memilih tingkat produksi baja dunia yang paling berpengaruh, sementara lainnya menjawab terhentinya pasokan akibat masalah infrastruktur (18%), keseluruhan supply-demand dunia (18%) dan harga spot kokas (7%).
Selama ini, China merupakan pengkasil kokas utama dunia. Kokas adalah hasil karbonasi dari batubara atau sering disebut sebagai arang batubara. Proses pengarangan batubara (karbonasi) bertujuan untuk meningkatkan kualitas batubara. Kokas merupakan bahan bakar yang sangat penting pada peleburan logam karena dapat menghasilkan panas yang tinggi dan tahan lama.
Dengan tingginya pertumbuhan industri di China, 95% peserta bahkan memprediksi bahwa pada tahun 2015 nanti China tidak lagi menjadi pengekspor kokas, namun justru sebaliknya, China mulai mengimpor kokas dari negara lain, khususnya dari negara-negara di kawasan Asia.