India Jadi Penguasa Batu Bara Terbesar di Dunia
Thursday, 16 July 2015 at 19:19 WIB
Meski menjadi salah satu konsumen batu bara terbesar di dunia, India saat ini bisa memposisikan dirinya sebagai pedagangan batu bara terbesar di dunia. Ini di tengah anjloknya harga batu bara dunia.
Direktur Komersial PT Mitra Bahtera Segara Sejati Tbk, Ika Bethari mengatakan, India mampu menjaga permintaan batu bara dari negaranya sendiri. Karena adanya program pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara. Penurunan permintaan batu bara menjadi penyebab anjoloknya harga. Ini akibat masih lesunya perekonomian dunia, juga karena ekonomi China yang turun pertumbuhannya.
"Kami lihat dampak klien (pembeli batu bara) yang di luar. China cukup signifikan sama seperti di Indonesia, ditambah imbas ekonomi global juga. India mulai membaik. Beberapa bulan terakhir mulai naik lagi, karena India sedang mengembangkan power plant (pembangkit listrik). Sehingga kebutuhan batu bara tetap tinggi. Vietnam dan Filipina juga sedang kembangkan power plant. Permintaan batu bara masih tinggi. India sekarang jadi trader terbesar batu bara, padahal kan negara pemakai," tutur Ika di sela acara 21st Coaltrans Asia, atau pertemuan industri batubara terbesar dunia yang berlangsung di Bali International Convention Center, Nusa Dua, Bali, Senin (8/6/2015).
Ika menjelaskan soal turunnya harga batu bara. Di 2012 lalu, harga batu bara masih US$ 85 per ton, sekarang harganya sudah sempat menyentuh US$ 58 per ton. Akibat kondisi ini, Mitra Bahtera Segara Sejati yang bergerak di bidang transportasi batu bara, sulit mendapatkan kontrak pengapalan batu bara dalam jangka panjang.
"Kami sekarang lebih banyak ambil kontrak jangka pendek bahkan kontrak spot. Tahun 2012-2013 kontrak jangka panjang di atas 1 tahun porsinya masih 85%, jangka pendek hanya 15% bahkan kurang. Di 2014-2015 hanya selang 1 tahun, kontrak jangka panjang turun sampai porsi 70%. Kontrak jangka pendek naik signifikan sampai porsi 30% bahkan lebih. Ini karena volatilitas harga luar biasa. Pasar tidak bisa diprediksi, sehingga klien tidak mau ambil risiko untuk ambil kontrak jangka panjang," papar Ika.
Sumber : detikcom