PT. DUTA BUANA MANDIRI
Your Preferred Energy Partner
> News > Detail

Pengusaha Batubara 'Raksasa' Kencangkan Ikat Pinggang

Friday, 25 January 2013 at 17:39 WIB



Industri batubara tengah 'tiarap' sejak awal tahun ini, akibat rendahnya harga komoditas yang sempat jadi primadona ini. Pelaku industri swasta ataupun BUMN terpaksa melakukan pengetatan biaya operasi, melalui penurunan stripping ratio, jarak angkut atau upaya efisiensi lain guna mengendalikan harga.

PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU) adalah contoh nyata yang melakukan efisiensi tinggi tersebut. Dengan rendahnya permintaan asal China manajemen harus melakukan perencanaan diversifikasi pasar ke negara ASEAN seperti Filipina, Malaysia dan Vietnam.

Target penjualan yang sebelumnya hanya terpusat pada China, membuat manajemen kembali melakukan pemasaran ke negara yang sebelumnya pernah menjadi target penjualan Berau Coal, seperti Thailand. Selain itu perseroan juga siap menjual harga batubara di tingkat optimum, sesuai dengan harga pasar.

"Kondisi pasar di tahun 2012 menunjukkan kondisi yang kurang baik, yaitu indeks harga yang cenderung menurun, menurunnya permintaan dari China dan turunnya permintaan untuk produk dengan kandungan sulfur yang tinggi," kata manajemen BRAU dalam keterangan tertulisnya yang disampaikan BRAU kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) seperti dikutip, Minggu (2/12/2012).

Untungnya, BRAU memiliki kontrak penjualan jangka panjang ke pelanggan di berbagai negara seperti Taiwan, India, Hongkong, dan Indonesia yang sampai saat ini masih berjalan baik. Memang selama ini perseroan masih mengandalkan pasar China dalam menjual hasil tambangnya, dengan presentase 36% hingga triwulan III-2012, disusul kemudian pasar domestik (20%) dan Taiwan (18%).

"Tren pengiriman pada dua bulan terakhir (September-Oktober) cenderung menujukkan peningkatan per bulan. Shipment di bulan November kurang lebih 2,1 juta ton," tambahnya.
Tercatat peingiriman batubara perseroan pada bulan Juli dan Agustus masing-masing 1,5 juta ton. Sedangkan pengiriman total di triwulan I sebesar 4,6 juta ton, dan triwulan II sebesar 5,2 juta ton.

Dalam mendukung efisiensi, BRAU juga meningkatkan infrastruktur mandiri dengan mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) serta membangun overload conveyor di wilayah Binungan.
Seluruh pengembangan infrastruktur harus mengedepankan peningkatan kapasitas yang disesuaikan dengan kondisi pasar dan rencana produksi.

BUMN pertambangan juga melakukan efisiensi, seperti langkah yang dilakukan BRAU.
Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk (PTBA), Milawarma mengaku, tengah membuka opsi menambah keran eskpor ke India, terlebih setelah beberapa waktu lalu negara ini mengalami pemadaman listrik di hampir setengah negara. Potensi penambahan ekspor ke India mencapai 1-2 juta ton. Di samping itu suplai ke Jepang dan Malaysia sebagai tujuan ekspor utama masih menjadi andalan PTBA.

Perseroan juga menyiapkan opsi efisiensi biaya dengan memperbesar energi listrik dalam memproses emas hitam.
Langkah serupa ditempuh PT Adaro Energy Tbk (ADRO). Direktur Utama ADRO Garibaldi Thohir telah mengoptimalisasi pabrik pengolahan hasil tambangnya sebelum dikirimkan kepada pelanggan.

Pria yang akrab disapa Boy Thohir ini pun memperkirakan, menurunnya industri batu bara masih akan terjadi hingga tahun depan, bahkan akan lebih buruk dibandingkan 2012. Di tahun ini masing-masing perusahaan tambang masih dapat mempertahankan marjin akibat kotrak jangka panjang yang sudah disepati sejak 2010 atau 2011.

"Namun tahun depan akan banyak kontrak yang habis, dan akan ada kontrak baru. Pelanggan pun akan menekan harga, karena indeks saat ini tengah rendah," imbuhnya.